ABSTRACT
This research utilized the fit-strategic approach of the
organizational-fit theory to
examine the role of strategy and Human Resource Management
practices in enhancing
the organizational performance. The objectives is to explain the
effect of moderating and
effect of matching of the strategy and HRM practices with
organizational strateg on the
market performance of banking industry. The quantitative data is
acquired from the
annual report of 23 listed bank in Indoesian Stock Exchange on
the period of 1999 – 2006
(Balance panel data). The quantitative analysis result then
combined with qualitative
data acquired from the case study approach. The result shows
that the HRM strategy has
role to strengthened the influenced of organizational strategy
on the market performance
of banking industry. HRM strategy will improve the bank’s market
performance. The
HRM strategy will be able to enhance the bank’s market
performance if it has lower gap
or matching with organizational strategy. The HRM practices
implement as bundles
(internal employement systems) has more significant impact on
the market performance
compare to partial HRM practice. This further evidenced that
internal fit determine the
external fit or the the working of moderating effect and
matching effect from HRM strategy.
The different combination of types of organizational strategy
with types of HRM strategy
to be implemented is also could result in the differences in
market performance. However,
the ability to optimized the contribution of HRM strategy to the
performance is also
influenced by senior management capabilities pressumed as the
inheritance of core value
of organization.
Keywords: HRM strategy, Organizational strategy, fit strategy, moderating
fit, matching fit, internal fit, external fit, and market
performance
PENDAHULUAN
Hampir lebih dari dua dekade sejak tahun 1980-an pengakuan terhadap makna strategis dari manajemen sumberdayamanusia (SDM) dalam organisasi menjadi isu utama banyak organisasi khususnya dibidang bisnis. Di Indonesia, pelajaran darikrisis ekonomi 1997 semakin mendorongkesadaran organisasi bisnis untuk terus memperbaiki komitmen terhadap SDMnya.Temuan Porter menunjukkan bahwa
(Ramlall, 2003). Kurang dari 10% dari 968 perusahaan yang memiliki prosedur estimasi formal untuk menilai dan mengukur SDM mereka (Becker et al., 1998). Strategi SDM yang berorientasi strategik (human capital
investment oriented) dipandang dapat menjadi
solusi yang memungkinkan SDM dapat berperan sebagai “partner strategic” bagi organisasi dan melakukan penyesuaian terhadap berbagai perubahan yang terjadi (Ulrich, 1998). Hal ini sejalan dengan fungsi pokok strategi SDM, yaitu membantu pencapaian strategi umum perusahaan melalui kepastian adanya kemampuan manajerial dan karyawan yang kompeten (Pearce dan Robinson, 1997: 409). Peran strategisnya adalah memaksimumkan profitabilitas, kualitas kehidupan kerja dan profit melalui manajemen manusia yang efektif (Cascio, 2003 dalam Ramlall, 2003). Penerapan strategi SDM yang tepat akan memunculkan kemampuan untuk mendorong proses kreasi praktik-praktik SDM yang lebih inovatif, progresif dan berkinerja tinggi (Delaney & Huselid, 1996). Dengan demikian akan terjadi alokasi SDM kearah pemanfaatan yang lebih baik serta dapat menekan biaya tenaga kerja akibat penggunaan tenaga kerja yang tidak efisien. Produktivitas rendah dapat terjadi karena underutilized workers, rendahnya
kepercayaan, resistensi karyawan terhadap perubahan, manajemen hubungan tenaga kerja yang antagonistik, masalah motivasional dan praktik-praktik kerja yang terbatas. Upaya melakukan perubahan peran strategi SDM menjadi lebih berorientasi strategik membutuhkan tipe kompetensi pada setiap tipe tugas yang berbeda (Schuler & Jackson, 1996). Pada konsepsi teori berbasis sumberdaya (resource-base view atau RBV), dinyatakan bahwa organisasi dapat menciptakan dan mempertahankan keunggulan kompetitifnya melalui proses penciptaan nilai (value creation process) yang langka dan sulit ditiru para kompetitor (Barney, 1998). Indikasinya adalah jika organisasi telah mampu mengkreasi kebijakan dan praktik-praktik MSDM yang unik dan sulit ditiru pesaing, maka akan mendorong terjadinya interaksi antar individu yang menghasilkan pengetahuan (knowledge) dan modal sosial (social capital) yang pada gilirannya akan membedakan perusahaan (corporate identity) dengan pesaingnya, mampu memberikan keuntungan ekonomis positif dan tidak mudah ditiru.
Strategi SDM hanya dapat bekerja dengan baik jika kebijakan dan
praktikpraktik manajemen SDM yang diterapkan terintegrasi dengan strategi
organisasi. Tingkat interaksi dan kecocokan strategi organisasi dengan strategi
SDM mencerminkan kesungguhan dan komitmen organisasi dalam menempatkan dan menilai
peran modal manusia (human capital) yang dimilikinya, lebih dari sekedar menempatkan SDM pada
tataran retorika organisasional. Namun masalah pokoknya terletak pada upaya
untuk menemukan strategi SDM yang tepat dan khas yang sesuai dengan potensi
sumberdaya yang dimiliki, lingkungan sosial maupun kultural organisasi. Karena
itu diperlukan strategi khusus untuk mengintegrasikan manajemen SDM sebagai sebuah
proses yang bersifat multidimensional
dengan strategi organisasi agar mampu memberikan kontribusi
maksimal bagi organisasi.
Perdebatan konseptual dan empiris yang berkembangan akhir-akhir
ini masih banyak mempersoalkan landasan teoritis yang mendasari penjelasan
bentuk keterkaitan manajemen SDM dan kinerja organisasional (Way dan Johnson,
2005; Guest, 1997; Delery & Doty, 1996). Beberapa penelitian menempatkan
manajemen SDM sebagai variabel dependen dan strategi bisnis sebagai variabel independen
(Kazmi dan Ahmad, 2001). Fungsi-fungsi SDM dianggap tidak dapat berdiri sendiri
dan harus dilihat dalam kerangka isu-isu atau strategi korporat atau disebut
dengan terminologi pendekatan strategik (Davis dan Werther, 1996:23-24).
Menurut Jackson & Schuler (1995), organisasi yang memakai strategi khusus
membutuhkan praktik-praktik SDM yang berbeda yang hanya cocok untuk kondisi
strategi organisasi tertentu dan kurang tepat untuk yang lain. Pendekatan strategic fit atau teori fit organisasional masih
banyak digunakan untuk menilai peran SDM terhadap kinerja. Namun studi-studi di
bidang ini masih berpusar pada isu bagaimana membentuk fit yang ideal dan apakah organisasi
perlu mencapai taraf fit yang ketat (tight fit) antara strategi organisasi dengan strategi dan praktik-praktik
SDM untuk menghasilkan kinerja yang
lebih tinggi. Pada masa-masa transisi yang banyak menghadapi kondisi mismatch dan memerlukan
perubahan fit yang ketat justru dipandang dapat membatasi kemungkinan melakuan
inovasi dan kreativitas dalam implementasi strategi SDM (Greer, 2001). Kritik
ini muncul karena masih kurangnya dukungan empiris yang memadai dan
bervariasinya temuantemuan penelitian yang dihasilkan.
Inkonsistensi hasil penelitian dapat terjadi karena variasi
metodologis seperti perbedaan periode dan unit analisis, kejelasan definisi dan
variasi konsep fit yang diterapkan serta perbedaan kondis lingkungan kontekstual
organisasi yang diteliti. Kelemahan definisi yang eksplisit dari konsep fit menyebabkan cara yang
berbeda dalam menginterpretasikan kesamaan bukti-bukti empirik yang dihasilkan.
Disarankan untuk secara eksplisit memperjelas definisi dan konsistensi dari
konsep fit yang digunakan serta memilih pendekatan uji hipotesis yang cermat.
Definisi fit tertentu sebaiknya diuji dengan metode tertentu pula (Riyanto (2001).
Perbedaan konteks lingkungan khususnya peranan faktor kultural dalam penerapan
konsep manajemen SDM diduga merupakan faktor lain yang dapat melemahkan
dukungan empirik terhadap beberapa hasil penelitian yang menggunakan perspektif
teori fit organisasional. Bukti empiris pada perusahaan subsidiari Jepang
di Amerika (Bird dan Beechler, 1995) dan perusahaan-perusahaan Chaebols Korea (Bae dan Lawler,
2000) memang tidak menunjukkan kendala kultural, namun dianggap lebih
disebabkan oleh lingkungan perusahaan multinasional di Korea yang hampir sama
dengan perusahaan Amerika yang memang kondusif untuk inovasi dan adaptasi
sistem kerja berkinerja tinggi. Menurut Wright dan Brewster (2003: 1303),
masalah fundamental yang perlu dipertimbangkan dalam riset bidang ini disebut cross-nationally blind, manajemen SDM yang
diterapkan di suatu negara (konteks) belum tentu cocok jika dibandingkan dengan
negara lain. Perbedaan konteks seperti keunikan budaya, faktor lingkungan dan
tingkat pertumbuhan ekonomi sebuah negara dimana perusahaan beroperasi juga
merupakan faktor penting yang dipandang berpengaruh. Hal ini berakibat pada
pandangan dan pendekatan yang berbeda terutama apa yang dapat dianggap sebagai
praktikpraktik SDM terbaik bila dikaitkan dengan pengukuran kinerja. Penelitian
Bae dan Lawler (2000) memberikan bukti yang kurang kuat untuk perspektif fit namun cukup bukti untuk
sudut pandang praktik terbaik. Huselid (1995) menemukan bukti yang moderat
untuk fit internal dan kurang kuat untuk fit eksternal pada
perusahaanperusahaan industri utama di Amerika. Walaupun demikian, menurut
Becker dan Gerhart (1996:786), hipotesis praktikpraktik terbaik dan kontijensi
sesungguhnya tidak dapat dikonflikkan karena beroperasi pada tingkatan sistem
manajemen SDM yang berbeda. Pada kasus industri manufaktur di Indonesia
misalnya, ditemukan dukungan pada adanya fit internal dan fit eksternal Priyono
(2003). Pendekatan praktik-praktik terbaik (best practices) relatif banyak
mendapat dukungan, namun masih muncul keraguan berkenaan dengan kombinasi
praktikpraktik MSDM mana saja yang dapat dikategorikan sebagai praktik terbaik
itu (Becker dan Huselid, 1998; Youndt et al., 1996). Karena itu masih menarik
untuk menguji konsep manajemen SDM strategik berbasis model fit pada konteks penerapannya
di Indonesia khususnya pada perusahaan jasa seperti perbankan. Perusahaan
perbankan di Indonesia masih menghadapi masa transisi pasca krisis ekonomi
pertengahan tahun 1997-an. Sebagai sektor jasa keuangan, perbankan memiliki
peran strategis dalam perekonomian, ketangguhannya sangat diperlukan untuk
meningkatkan kunggulan kompetitif bagi sektor-sektor lainnya. Namun
lingkungannya juga relatif dinamis dan lebih rentan terhadap pengaruh
globalisasi ekonomi khususnya melalui aktivitas perdagangan internasional. Hal
ini dapat mempengaruhi bentuk fit strategi SDM dengan strategi organisasinya. Terkait dengan
penataan Arsitektur Perbankan Indonesia (API, 2004), desain strategi SDM yang
tepat merupakan salah satu pilar penting dan strategis untuk membangun industri
perbankan nasional yang sehat terutama sebagai pijakan bagi visi strategisnya
kedepan (Mulyana, 2005). Perbankan juga harus selalu mempertahankan kepercayaan
nasabah melalui pencapaian kinerja yang baik, karena itu sangat membutuhkan SDM
profesional dengan kualifikasi tinggi (Delery & Doty, 1996). Implikasi dari
strategi dan praktikpraktik SDM terhadap kinerja organisasional dapat diukur secara
multi aspek. Penelitian ini difokuskan pada penerapan pengukuran kinerja
keuangan berbasis pengukuran pasar yang dibandingkan dengan kinerja akuntansi.
Pada konteks penerapan manajemen SDM, kinerja pasar dapat mencerminkan kualitas
perusahaan yang dibangun melalui proses manajemen SDM organisasi (Huselid et al., 1997; Becker et al., 1998).
“peran strategi SDM terhadap
kiner-ja
pasar perusahaan perbankan”. Apakah secara independen strategi dan praktikpraktik SDM
berpengaruh terhadap kinerja pasar, sebagai moderasi atau matching dari strategi
organisasi atau kombinasi dari keduanya. Tujuan spesifik yang hendak dicapai adalah
menjelaskan menje-laskan pola dasar bentuk hubungan strategi organisasi dengan
kinerja pasar dengan menempatkan variabel strategi dan praktik-praktik SDM
sebagai variabel konteks (hubungan kontijensi). Kejelasan bentuk hubungan
tersebut akan menentukan bagaimana seharusnya organisasi memfungsikan strategi
SDM untuk mengoptimalkan peran SDM dalam mencapai sukses organisasi.
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Perbedaan pendapat terkait dengan bagaimana bentuk kontribusi
SDM padakinerja organisasi tidak mengurangi keyakinan akan dugaan keterkaitan
secara langsung bahwa manajemen SDM strategik dapat memberikan kontribus positif
pada kinerja. Bahkan terdapat semacam konsensus bahwa kinerja tinggi hanya
diperoleh organisasi yang memberi perhatian dalam mengadopsi kebijakan manajemen
SDM khusus yang terkait dengan strategi organisasi (Ogbona dan Harris,
2001:158).
Berpijak pada penelitian sebelumnya, fokus model penelitian ini diarahkan
untuk menguji fit eksternal dengan asumsi fit eksternal hanya dapat dicapai sebagai bagian (refleksi) atau konsekuensi
dari fit internal (Bird & Beechler, 1995). Menurut Miles & Snow (1984),
jika strategi perusahaan kongruen dengan lingkungan eksternal maka kinerjanya
akan tinggi atau sebaliknya. Namun konsistensi strategi perusahaan dengan
lingkungan eksternal tidak langsung mempengaruhi kinerja, masih dibutuhkan
upaya berikutnya, yaitu proses menselaraskan strategi perusahaan dengan lingkungan
internal pada proses implementasi strategi organisasi. Hal ini relevan dengan
salah satu dimensi pengukuran kinerja organisasi berbasis Human Resource Scorecard (Becker et al., 2001) yang mengukur kemitraan sistem MSDM untuk menilai
sejauh man kemampuan sistem dalam memenuhi
kebutuhan implementasi strategi organisasi atau kesejajaran eksternal (external alignment). Sedangkan kesejajaran
internal (internal alignment) adalah bagaimana setiap elemen praktikpraktik MSDM dapat
bekerjasama dan tidak mengalami konflik. Bila sistem MSDM sudah fokus pada
proses implementasi strategi maka ketidak-sejajaran internal cenderung tidak
terjadi.
a. Pendekatan Fit Strategik Dan Strategi
SDM
Pendekatan fit strategik berbasis pada organizational fit
theory (Baird dan Meshoulam,
1988). Pendekatannya disebut fit secara horisontal atau fit internal, yaitu kesesuaian hubungan dalam sekelompok praktik-praktik
SDM (sistem atau bundles) dan fit secara vertikal (eksternal), yaitu kesesuaian atau kecocokan
antara strategi SDM atau praktik-praktiknya dengan strategi organisasi dan
menentukan kinerjaorganisasi.
Nilai yang tinggi dan konsisten pada area sistem (fit internal) disebut high performance work system (HPWS) atau sistem kerja berkinerja tinggi (Becker etal., 2001). Tingkat
kemampuan organisasi dalam mengadopsi strategi MSDM keterlibatan tinggi (high involvement HRM strategy), seperti seleksi yang ketat, partisipasi yang tinggi,
pelatihan yang diperluas, kompensasi dan luasnya desain
pekerjaan dipandang berpengaruh positif terhadap kinerja.
Berlawanan dengan strategi SDM “tradisional” (control strategy atau low involvement HRM strategy) yang bercirikan rendahnya partisipasi karyawan, pelatihan
terbatas dan pekerjaan yang sangat terspesialisasi (Bae dan Lawler, 2000:506).
Lewin (2003) dan Pfeffer (1994), menyebutnya dengan istilah high involvement Work practices (HIWP) yang kontras dengan low involvement Work practices
(LIWP).
Konsep tersebut diturunkan dari “teori ganda” tentang SDM (dual theory of human resource management) yang membagi angkatan kerja ke dalam dua segmen. Core workforce, terdiri dari karyawan-karyawan
yang di pekerjakan penuh waktu dan digaji secara regular serta menikmati
praktik-praktik SDM keterlibatan tinggi. Sedangkan peripheral workforce terdiri dari karyawan
paruh
waktu, temporal, kontrak, atau karyawankaryawan yang ditempatkan
oleh vendor dan karyawan-karyawan yang di pinjam (outsourced) dari perusahaan lain
dan menerima perlakuan praktik-praktik SDM keterlibatan rendah. Dua segmen
tenaga kerja tersebut mencerminkan strategi SDM untuk memaksimumkan kinerja dengan
cara meningkatkan investasi modal manusia atau dengan menurunkan biaya tenaga
kerja namun tetap dapat menghasilkan nilai tambah bagi organisasi. Aktivitas-aktivitas
dalam mengelola manusia sebagai asset, apakah lebih berorientasi menerapkan praktik-praktik SDM keterlibatan
tinggi atau rendah, disamping mempertimbangkan konvensi akuntansi, maka
pengeluaran-pengeluaran yang berkaitan dengannya dapat disebut sebagai
investasi modal manusia yang akhirnya akan menghasilkan nilai tambah (net economic return) bagi pihakpihak yang
melakukan investasi (Lewin, 2003:91). Hal ini sejalan dengan definisi human capital dari Theodore Schultz, yaitu
meningkatnya kemampuan SDM yang diperoleh melalui investasi pada SDM (Fitzenz,
2000).
2. Strategi SDM, Strategi Organisasi
Dan Kinerja
Delery dan Doty (1996) menjelaskan bentuk hubungan SDM dengan
kinerja
organisasional dengan mengidentifikasi perspektif teori yang
banyak diadopsi para
peneliti (Ogbona dan Harris, 2001). Pertama, pendekatan universal atau
praktik terbaik (the best human resources
practices) merupakan bentuk
hubungan
langsung pendekatan SDM tertentu terhadap kinerja. Sekelompok (bundles or
systems) praktik-praktik SDM
yang konsisten dan saling mendukung satu
sama lain dipandang lebih berpengaruh terhadap peningkatan
kinerja dari pada
praktik yang dilakukan terpisah secara individual.
Kedua, pendekatan kontijensi (contingency), menekankan dampak
praktikpraktik SDM terhadap kinerja yang dikondisikan oleh strategi organisasi.
Dari segi proses manajemen strategis organisasi maka strategi SDM dapat
ditempatkan sebagai faktor kontekstual strategi terhadap kinerja. Artinya,
strategi SDM sebagai bagian dari proses implementasistrategi organisasi tidak
dapat terisolasi dari pilihan strategik yang ditetapkan (Mello, 2002). Adapun
pendekatan konfigurasional merupakan bentuk tingkat kesesuaian hubungan ideal (ideal fit) strategi organisasi dengan
strategi SDM atau kombinasi ideal praktik-praktik SDM tertentu (sistem) yang
dapat meningkatkan kinerja. Pada ataran praktik konsep-konsep tersebut lebih
cenderung bersifat komplementaritas dari pada mutually exclusive. Penerapannya dalam
penelitian biasanya dilakukan bersama-sama dan dapat saling melengkapi (Youndt et al., 1996). Pola hubungan
antara strategi organisasi dan strategi SDM terhadap kinerja organisasional
juga dapat dilihat dari perspektif lain. Pada perspektif tradisional (Greer,
2001), strategi organisasi mempengaruhi strategi SDM (hubungan satu arah).
Perspektif manajemen SDM strategik lebih melihat dampak interaktif dan integratif
antara strategiorganisasi dan strategi SDM terhadap kinerja. Tidak jauh berbeda
dengan Nankervis (1999) dalam Sukasame (2004), yang mengidentifikasi tiga
bentuk keterkaitan strategi organisasi dengan MSDM, yaitu keterkaitan yang
bersifat accomodative, interactive
dan fully integrated. Model teoritik lebih
mutakhir dibangun dengan mengembangkan pendekatan multiperspektif Way &
Johnson (2005) dan model kontribusi keterkaitan SDM dan kinerja dari Guest
(1997). Pendekatan multiperspektif menggabungkan beberapa konsep sekaligus, yaitu
RBV, multiple stakeholder
perspective, konsep keterkaitan
vertikal dan horisontal, systematic agreement
theory (SAT) dan strategic reference point theory (SRPT). ada upaya untuk meningkatkan kriteria Pendekatan
teoritik tersebut menekankan akurasi dalam mendefinisikan dan mengukur
efektivitas organisasional.Menurut Way & Johnson (2005:6-10)SAT memberikan
kerangka kerja tentang alignment, yaitu derajat dimana desain, strategi dan kultur bekerjasama
dalam mencapai tujuan yang sama untukmeningkatkan efektivitas organisasional. Sedangkan
SRPT dipandang memilikikekuatan kerangka kerja teoritik untukmenggabungkan
dimensi kritis yang berkaitan dengan alignment, yaitu kondisi internal dan eksternal organisasi danwaktu. Dua
konsep penting SRPT yaitu fitdan consensus. Fit berkenaan dengan keterkaitan vertikal atau fit eksternal, derajat
dimana manajemen SDM strategik konsisten
dengan kunci proses organisasionallainnya. Adapun fit internal atau
keterkaitan horisontal menggambarkan derajatkongruensi dari praktik-praktik SDM
yang diterapkan melalui manajemen SDM strategik untuk mendapatkan perilakuyang
kongruen dari SDM organisasi.Concensus eksternal menggambarkan derajat dimana anggota top manajemenfungsional
yang tidak secara langsung berada pada fungsi spesifik (misalnya pemasaran),
namun melakukan fungsi yang berhubungan (misalnya layanan pelanggan) menyetujui
arti dan tujuan strategik dari fungsi-fungsi spesifik lainnya dari organisasi. Concensus internalmeng-gambarkan
derajat dimana anggota top manajemen fungsional menyetujui arti dan tujuan
strategik dari bidang fungsionalnya masing-masing. Proses implementasi strategi
memerlukan fit dengan strategi SDM yang tercermin dalam bentuk praktik-praktik
SDM yang diterapkan. Menurut perspektif perilaku hal ini akan
menghasilkan outcomes manajemen SDM misalnya komitmen,
kualitas dan fleksibilitas atau dapat juga berupa employee morale, tenure,
promotion dan turnover serta outcomes perilaku peran yang
dibutuhkan, misalnya motivasi, kerjasama dan keterlibatan atau partisipasi dan
keanggotaan dalam organisasi (Guest, 1997:269-270; Bird & Beechler, 1995;
Way & Johnson, 2005).
Outcomes perilaku kemudian
menghasilka nkinerja organisasional (outcomesorganisasional: produktivitas, kualitas dan layanan; outcomes akuntansi:
profitabilitas dan return on investment; bagi perusahaan publik berupa outcomes pasar modal atau nilai
saham dan shareholder return yang dapat menjadi input bagi desain strategi organisasi. Outcomes perilaku dapat merupakan
mediasi hubungan strategi organisasi dan kinerja (Wright dan McMahan, 1992)
serta bersifat fleksibel dengan strategi. Strategi SDM merupakan
pengorganisasian fungsi-fungsi dan praktikpraktik SDM yang memberikan
kontribusi terhadap tujuan organisasi. Ting-kat kemitraan struktural vertikal (Vertical structural alignment) diharapkan lebih baik jika manajemen SDM memberikan umpan
balik dan input terhadap manajemen SDM untuk dapat memberikan kontribusi pada
pencapaian tujuan organisasi. Dari sudut pandang SRPT, baik fit eksternal dan internal
menjadi kritikal karena organisasi harus mengembangkan ber-bagai tolok ukur yang
sebangun (congruent) dalam proses manajemen SDM.
Keberhasilan organisasi sangat ditentukan kemampuan mengelola fit internal dan
eksternalnya. Konsep perilaku tidak diuji secara khusus karena mengadopsi
perspektif manajemen SDM straegik yang lebih fokus pada proses mplementasi strategi
(kesejajaran eksternal). Asumsinya, jika organisasi
memiliki kemampuan dalam mengelola kesejajaran eksternal maka
organisasi tersebut dipandang telah memiliki potensikesejajaran internal dan
dapat diabaikan dalam penelitian (Becker et al., 2001).
Strategi SDM sebagai faktor kontijensi dapat berperan sebagai
moderasi yang memperkuat atau memperlemah
pengaruh strategi organisasi terhadap kinerja atau dapat membentuk
tingkat kesesuaian hubungan ideal yang matching dengan strategi organisasi dan berpengaruh terhadap pencapaian kinerja. Selanjutnya kinerja akan
memberikan umpan balik terhadap strategi organisasi sebagai respon terhadap
perubahan lingkungan kompetitifnya. Masih relatif sedikit bukti empiris yang memberi dukungan terhadap fit eksternal yang sesungguhnya
merupakan pencerminan tercapainya fit internal (Bird &
Beechler, 1995; Becker et al., 2001). Sebaliknya, fit internal sangat
banyak diuji terutama dengan pendekatan universalistik dan
memberikan buktibukti empiris yang cukup kuat.
2. Hipotesis
a. Praktik-Praktik SDM Dan Kinerja
Dari perspektif universalistik semakin besar penggunaan
praktik-praktik SDM akan memberikan hasil yang semakin baik bagi kinerja
organisasi. Bukti empiris menunjukkan hubungan langsung antara
SDM dan kinerja, tepatnya sekelompok praktik-praktik SDM yang
konsisten atau sistem manajemen SDM secara langsung mempengaruhi kinerja
(Huselid et al., 1997; Guest,1997; Bae dan awler,2000).
Pfeffer (1994, 1998) mengidentifikasi enam belas praktik SDM
yang sebagian besar mengadopsi The US Departemen of Labor
(1993), Wood (1999) menyebut sebelas elemen
sebagai bundles praktik terbaik yang tidak umpang tindih dengan Pfeffer. Huselid (1995)
mengidentifikasi tiga belas macam praktik SDM, Delaney et al., (1998), sepuluh
macam, sedangkan Delery dan Doty (1996) tujuh praktik. Perlu dicatat bahwa
identifikasi praktik-praktikSDM tersebut masih jauh dari identik bahkan
kontradiktif. Wright dan Brewster (2003) bahkanmenyatakan, “bahwa bundles praktikpraktikSDM
terbaik yang dapat diterapkansecara universal masih merupakansebuah utopian cul-de-sac”. Kelompokpraktik-praktik
SDM terbaik mana yang paling besar pengaruhnya terhadap kinerja masih harus
diidentifikasi lebih lanjut. Dyer & Reeves (1995) menunjukkan bahwa
serangkaian praktik-praktik SDMlebih memiliki pengaruh terhadap peningkatan produktivitas,
dibandingkan kegiatan tunggal manjemen SDM. Terdapat dukungan kuat untuk
kelompok raktikpraktik SDM terbaik yang memiliki interaksi dan terintegrasi
dengan strategi organisasi terhadap kinerja (Youndt et al., 1996).
Rumusan hipotesisnya adalah:
H1 : Praktik-praktik manajemen SDM berpengaruh terhadap kategori kinerja
pasar perusahaan perbankan.
H1a : Praktik pendidikan dan pelatihan berpengaruh terhada peningkatan kinerja pasar
perusahaan perbankan.
H1b : Praktik kompensasi berpengaruh terhadap peningkaan kinerja pasar
perusahaan perbankan.
H1c : Praktik program benefit karyawan
berpengaruh terhadap peningkatan kinerja pasar perusahaan perbankan.
Implementasi Fit Strategi MSDM - Strategi Organisasi Terhadap
Kinerja Pasar
Organisasi yang memiliki hubungan interaktif dan integratif
antara fungsi manajemen SDM dengan
perencanaan strategik diyakini mampu melaksanakan fungsi SDM strategik secara
optimal di bandingkan level yang lain
(Sukasame, 2004). Bukti dari perspektif kontijensi menunjukkan bahwa hubungan
strategi organisasi dengan kinerja dapat lebih ditingkatkan atau diperkuat jika
raktikpraktik
SDM sesuai dengan persyaratan kompetitif yang melekat pada
postur strategik perusahaan (Jackson et al., 1989, Huselid, 1995 dan Wright et al., 1995). Cukup banyak
mendapatkan dukungan teoritik adalah sistem atau kebijakan SDM terbaik
merupakan sebagai kontijensi dari strategi perusahaan. Sama dengan teori kontrol
yang berpendapat bahwa kinerja yang efektif diperoleh dengan adanya
kesesuaian yang tepat antara praktikpraktik SDM dengan konteks
administratif yang ditetapkan melalui strategi tertentu. Baird dan Meshoulam
(1988),Miles dan Snow (1984, 1994) memberikan
dukungan empirik terhadap asumsi bahwa kesesuaian yang ketat
antara kompetensi SDM dan strategi organisasi akan menimbulkan kinerja yang
unggul. Karena itu dapat dirumuskan hipotesis umum sebagai berikut:
H2 : Penerapan praktik-praktik
manajemen SDM yang memiliki interaksi dan tingkat kesesuaian
hubungan atau kecocokan denganstrategi organisasi akan
meningkatkan kinerja pasar perusahaan
perbankan.
H2a : Semakin tinggi
interaksi praktikpraktik SDM dengan strategi organisasi maka semakin tinggi
pula kinerja pasar.
H2b : Semakin tinggi
kesesuaian hubungan atau tingkat kecocokan praktik-praktik SDM yang diterapkan
dengan strategi organisasi maka semakin tinggi pula kinerja pasarnya.
H3 : Tingkat interaksi dan
kesesuaian hubungan atau tingkat kecocokan
strategi organisasi dengan strategi SDM berpengaruh signifikan terhadap
kinerja pasar perusahaan perbankan.
H3a : Semakin tinggi
interaksi strategi organisasi dengan strategi SDM maka semakin tinggi pula
kinerja pasar perusahaan perbankan
H3b : Semakin tinggi
kesesuaian hubungan atau tingkat kecocokan strategi organisasi dengan strategi SDM
maka semakin tinggi kinerja pasar perusahaan perbankan.
H4 : Perbedaan kombinasi
interaksi dan kesesuaian hubungan atau tingkat kecocokan tipe strategi organisasi
dengan tipe strategi SDM (prospectorhigh
involvement work practices dan defender-low
involvement work practices) menyebabkan perbedaan signifikan terhadap kinerja pasar perusahaan
perbankan.
PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Pengukuran kinerja pasar dengan Tobin’s Q menunjukkan tingkat
kepercayaan pasar khususnya pubik investor dan stakeholders umumnya terhadap
perbankan masih cukup tinggi. Namun dari segi kinerja akuntansi (rasio
profitabilitas) ternyata pengelolaan asetnya masih kurang efisien, sedangkan kemampuan
pengelolaan modal mulai mengalami perbaikan. Strategi mulai mengalami
perbaikan, Strategi organisasi umumnya mendekati tipe defender sedangkan
strategi SDM cenderung menerapkan praktik kerja keterlibatan rendah (LIWP).
b. Penerapan praktik-praktik SDM yang bersifat parsial cenderung
tidak signifikan, namuan sebagai sistem berpengaruh ignifikan terhadap kinerja pasar.
Sudah terdapat kemampuan menciptakan fit internal (horizontal fit) atau
internal employment systems.
c. Penerapan praktik-praktik SDM yang memiliki interaksi dan
tingkat kesesuaian hubungan atatu kecocokan dengan strategi organisasi
menyebabkan peningkatan kinerja pasar perusahaan perbankan. Pada perbankan telah
tercipta fit eksternal (vertical fit) yang mendukung pencapaian kinerja pasar
yang lebih tinggi.
d. Strategi SDM memiliki peran signifikan dalam peningkatan
kinerja pasar karena memiliki interaksi yang tinggi dan kecocokan dengan
strategi organisasi. Kesimpulan 2 dan 3 juga membuktikan bahwa vertical
structural alignment (fit eksternal) merupakan faktor strategis yang perlu
dikelola untuk mencapai kinerja pasar yang diharapkan.
e. Kombinasi tipe
strategi organisasi dengan strategi SDM (prospector- HIWP dan defender-LIWP)
terbukti menyebabkan perbedaan kinerja pasar
f. Temuan studi kasus menunjukkan bahwa, kapabilitas
kepemimpinan manajer senior sebagai pewaris core values perusahaan perbankan
dan praktik-praktik MSDM yang mengarah pada pengembangan budaya prestasi merupakan
faktor strategis yang berperan penting dalam upaya melakukan interaksi dan
menyesuaikan proses MSDM dengan orientasi strategi organisasi agar dapat
dihasilkan kinerja organisasional yang diharapkan.
2. Implikasi Manajerial dan Keterbatasan
Penelitian
a. Implikasi Manajerial
Kinerja pasar sebagai bentuk penilaian publik terhadap kualitas
perusahaan perbankan pada dasarnya merupakan akumulasi dari berbagai aspek
penilaian yang diberikan oleh para stakeholders. Proses manajemen SDM yang meliputi kebijakan, strategi dan
praktik yang akan diterapkan harus selalu dikaitkan dan disesuaikan dengan
formulasi strategi organisasi yang diimplementasikan. Setiap perubahan dan
penyesuaian fokus strategik organisasi sebagai bentuk respon terhadap perubahan
lingkungan eksternal perbankan perlu selalu mempertimbangkan kemampuan untuk
mengelola utilisasi potensi SDM yang dimiliki. Gap strategi akan menyebabkan inefisiensi
yang justru meningkatkan biaya lebih besar dari investasi yang dibutuhkan untuk
aktivitas-aktivitas SDM. Mendesain sistem dan praktik-praktik SDM yang konsisten
satu sama lain (fit internal) merupakan prasyarat dasar untuk memperbesar peran
strategi SDM dalam proses eksekusi strategi organisasi. Gap tersebut dapat
dikurangi dengan cara meningkatkan kemampuan memahami karakteristik potensi SDM
yang dimiliki termasuk budaya organisasi dan kepemimpinan terutama meningkatkan
empati dan keterlibatan para manajer lini khususnya para manajer senior dalam
proses manajemen SDM. Sesungguhnya dinamika proses internal organisasi
merupakan proses belajar (learning process) yang harus terjadi terus menerus. Kapabilitas dan kompetensi
yang dimiliki akan berbuah kemampuan kompetitif jika bukan sekedar merupakan
bentuk reaktif dari ancaman perubahan lingkungan ekternal organisasi.
b. Keterbatasan Penelitian
1. Laporan keuangan masih terbatas kemampuannya sebagai penyedia
informasi untuk mengidentifikasi strategi organisasi maupun strategi SDM yang
sesungguhnya bersifat multiaspek.
2. Pengukuran kinerja hanya difokuskan pada pengukuran kinerja
pasar dengan nilai Tobin’s Q yang dibandingkan dengan kinerja akuntansi jadi
belum mencakup dinamika pengukuran kinerja organisasional yang multi aspek.
3. Penelitian ini juga belum mengidentifikasi karyawan menurut
statusnya atau kontrak. Akibatnya kurang dapat diidentifikasi perbedaan penerapan
praktik SDM secara lebih akurat.
3. Saran-Saran
Peran strategi SDM yang lebih menonjol sebagai faktor yang
memperkuat hubungan strategi organisasi dengan kinerja pasar dapat dilihat
sebagai tersedianya sebuah ruang kreatif untuk meningkatkan investasi terhadap
praktikpraktik SDM melalui praktik-praktik yang inovatif. Setiap inovasi SDM
hendaknya merupakan hasil dari proses belajar yang kreatif dan perlu disertai
oleh budaya dan kepemimpinan yang memiliki empati dan keterlibatan kuat
sehingga mampu mengurangi gap visi, misi dan tujuan strategik organisasi dengan
kebijakan dan praktik-praktik SDM yang diterapkan. Bagi akademisi dan peneliti
dimungkinkan untuk menyempurnakan penelitian ini dengan cara menerapkan kombinasi
metode penelitian kuantitatif dan kualitatif yang lebih variatif. Dibutuhkan sebuah
studi longitudinal yang menggabungkan data-data sekunder historis dan studi
berbasis data primer yang juga multi waktu atau periode sehingga memungkinkan
menangkap dinamika perubahan lingkungan internal organisasi termasuk perubahan
manajemen SDM. Hal ini memang membutuhkan waktu dan biaya besar tetapi dapat menghasilkan
akurasi proses yang lebih cermat. Pengukuran yang lebih ideal terhadap strategi
dan praktik-praktik SDM perlu memasukkan sejumlah praktik-praktik SDM yang lebih
banyak dan variatif sebagai variabel kelompok (bundles) praktik-praktik SDM
terbaik. Penelitian mendatang mungkin dapat menggunakan daftar skala gaji,
bentuk program pekatihan dan variasi benefit yang diterima sebagai indikator
untuk membedakan variasi bentuk praktikpraktik SDM yang diterapkan pada karyawan
dan perbedaan kinerjanya. Pengukuran terhadap strategi organisasi juga perlu
melibatkan lebih banyak indikator. Kinerja sebagai pengukur efektifitas organisasional
akan lebih baik hasilnya jika menerapkan pengukuran yang bersifat multi-perspektif.
Faktor-faktor karakteristik perusahaan, lingkungan kultural internal dan
eksternal yang melingkupinya juga perlu dilibatkan sebagai variabel.
DAFTAR PUSTAKA
Bae, Johngseok & Lawler, John J. 2000. Organizational &
HRM Strategies in Korea:
Impact on Firm Performance in an Emerging Economy, Academy of Management
Journal 43 (3): 502-517.
Baird, Lloyd & Ilan Meshoulam. 1988. Managing Two Fits of
Strategic Human Resource
Management, Academy of Management
Review 13 (1): 116 -128.
Barney, J.B & Wright, P.M. 1998. On Becoming a Strategic
Partner: The role of Human
Resource in Gaining Competitive Advantage, Human Resources Management 37
(1): 31-46.
Becker, Brian E & Huselid, Mark A. 1998. Human Resources
Strategies, Complementarities,
and Firm Performance, Paper Presented at the 1997, Academy of
Management Annual Meeting.
Becker, Brian E, Huselid, Mark A & Ulrich, Dave. 2001. The HR Scorecard: Linking People,
Strategy, and Performance, Harvard Business School Press, Boston, Massachusetts.
Becker, Brian E., Huselid, Mark A., Pickus, Peter S. And Spratt,
Michael F. 2002. HR As
a Source of Shareholder Value: Reserch and Recomendations, Human Resource
Management 36 (1): 39-47.
Bird, Allan & Schon Beechler. 1995. Links Between Business
Strategy and Human
Resource Management Strategy in U.S-Based Japanese Subsidiaries:
An Empirical
Investigation, Journal of
International Business Studies,26(1):23- 40.
Bontis, Nick & Jac Fitz-enz. 2002. Intellectual capital ROI:
a causal map of human capital
antecedents and consequents. Journal of Intellectual Capital, 3 (3):223- 247.
Chen, H.M. and Lin, K.J. 2003. The Measurement of Human Capital
and its Effect On
The Analysis of Financial Statement, International Journal of Management 20 (4),
tanpa nomor halaman.
Chung, Kee H & Stephen W. Pruiit. 1994. A Simple
Approximation of Tobin’s q. Financial
Management. Autumn; 23 (3): 70 - 74.
Da Silva, Wesley Mendez & Alves, Luiz Alberto de Lira. 2004.
The Voluntary Disclosure
of Financial Information on the Internet and the Firm Value Effect
in Companies
across Latin America. Management Science Departemen of federal
University of
Penambuco. Recife Laboratory of
Finance.
De Bant, Olivier & Davis E. Philip.2000. Competition,
Contestability and Market Structure
in European Banking Sectors on the Eve of EMU, Journal of Banking & Finance,
(24): 1045-1066.
Delery, Jhon E & Doty, D. Harold. 1996. Modes of Theorizing
In Strategic Human
Resource Management: Test of Universalistic, Contingency, and
Configurational
Performance Prediction. Academy of Management
Journal 39 (4): 802-835.
Greer, Charles R. 2001. Strategic Human
Resource Management: A General Managerial
Approach. Prentice-Hall, Inc.,
Upper Saddle River. New Jersey, 07458.
Guest, D. 1997. Human Resource Management and Performance: A
Riview and Research
Agenda. International Journal
of Human Resource Management 6 (3): 656-670.
Hair, JR Joseph F., Rolp E. Anderson., Ronald L. Tatham dan
William C. Black.1998.
Multivariate Data Analysis. Fifth Edition. Prentice-Hall International, Inc.
Harris, Lloyd C & Emmanuel Ogbonna. 2001. Strategic Human
Resource Management,
Market Orientation, and Organizational Performance. Journal of Bussiness Research
51: 157-166.
Hoffman, James J, Cullen, Jhon B, Carter, Nancy M & Hofaker,
Charles F. 1992. Alternatife
Method for Measuring Organization Fit: Technology, Structure,
and Performance,
Journal of Management Vol. 18 (1): 45-57.
Huselid, M.A. 1995. The Impact of Human Resource Practice on
Turnover, Productivity, and
Corporate Financial Performance. Academy of Management Journal 36 (3): 635-672.
Huselid, M.A. Jackson, S.E & Schuler, R.S. 1997. Technical
and Strategic Human
Resource Management Effetivennes as Determinan of Firm
Performance. Academy
Of Management Journal 40 (1): 171-188.
Jackson, S.E., & Schuler, R. S. 1995. Understanding Human
Resources Management in
the Context of Organizations and Their Environment. Annual Riview of Psychology
46: 237-264.
Kazmi, Azhar & Ahmad, Faruq. 2001. Differening Approach to
Strategic Human Resource
Management. Journal of Management
Research May-August 1 (3):132-140.
Lewin, David 2003. Human Resource
Management and Business Performance: Lessons
for the 21 Century, in Human Resources in The 21 st Century. Effron Marc, Gandossy
Robert and Goldsmith Marshall (Ed). Jhon Wiley & Sons, Inc,
Hoboken, New Jersey:
91-98.
Miles, Raymond E. & Charles C. Snow. 1984. Designing
Strategic Human Resource
Systems, Organization Dynamics 13: 36-52.
Mulyana, Rahmat, 2005. Peta Strategi Bank di Era Konsolidasi. www. InfoBankNews.Com
diakses 22 Juni 2006.
Olson, Eric M, Stanley F. Slater & G. Thomas M. Hult. 2005.
The Importance of structure
and process to strategy implementation. Business Horizons 48: 47-54.
Pearce II, John A. & Richard B. Robinson, Jr. 1997. Strategic Management. Terjemahan
oleh Agus Maulana. Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta.
Phelps, R. 2004. Measurement: Why HR Must Seize the Opportunity.
Strategic HR Riview.
Vol 3. Issue 2. January/February. Tanpa nomor halaman.
Priyono, Bambang Suko. 2003. Analisis Pengaruh Praktik
Sumberdaya Manusia sebagai
faktor Kontingensi Strategi terhadap Kinerja. Jurnal Bisnis dan Ekonomi Vol. 10
No. (2): 209-235.
Ramlall, Sunil J. 2003. Measuring Human Resource Management
Effectiveness in
Improving Performance, Human Resource
Planning, Volume 26 Issue (1): 51-77.
Riyanto LS, Bambang. 2001. Alternative Approach to Examining a
Contingency Model
in Accounting Researh: A Comparison. Jurnal Riset Akuntansi, Manajemen,
Ekonomi Vol. 1 No. (1): 13-32.
Schuler, R.S. 1992. Strategic Human Resource Management: Linking
the People With
the Strategic Needs of the Business. Organizational Dynamics. Summer: 18-32.
Setyanto, Refius Pradipta. 2004. Pengukuran Human Capital:
Peluang Bagi Departemen
SDM untuk Berperan sebagai Strategic Business Partner. Manajemen Usahawan
Indonesia, No. 10 TH XXXIII
Oktober. Hal. 18-22.
Shortell, Stephen M & Zajac, Edward J. 1990. Perceptual and
Archival Measures of Miles
and Snow’s Strategic Types: A Comprehensive Assesment of
Reliability and Validity,
Academy of Management Journal, Vol. 33. No. (4): 817-832.
Snell, S.A. & Youndt, M.A. 1995. Human Resource Management
and Firm Performance: Testing
a Contingency Model of Excecutive Controls. Journal of Management 21 (4): 711-737.
Steffy, B.D & Maurer, S.D. 1988. Conceptualizing and
Measuring The Economics
Effectivenes Of Human Resource Activities. Academy of Management Riview 13
(2): 271-286.
Sukasame, Nittana. 2004. Strategic Human Resource Management: A
Case Study of
Multinational Company, Journal of Global
Business Riview, Graduate School of
Commerce, Bhurapa University, Volume 6 December: 47-58.
Tyson, Shaun. 1997. Human Resource Strategy: a process for
managing the contribution
of HRM to organizational performance. International Journal of Human Resource
Mangement 8 (3) June: 277-290.
Ulrich, Dave. 1998. A New Mandate for Human Resource. Harvard Business Riview.
January-February: 124-134.
Ulrich, Dave.1997. Human Resource
Champions: The Next Agenda for Adding Value and
Delivering Results. Harvard Business
School Press. Boston Massachusetts.
Venkatraman N. 1989. The Concept of Fit in Strategy Research
Toward Verbal and
Statistical Correspondence. Academy of Management Riview Vol. 14 No.(3): 423-444.
Wibowo, Budi. 2006. Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap
Kinerja Perusahaan: Kasus
Indonesia. Manajemen Usahawan
Indonesia. No. 05 TH XXXV Mei.
Hal. 13-21.
Wright, P. M, McMahan, G & McWilliams, A. 1996. Human
Resorce as Source of Sustained
Competitive Advantage. International Journal
of Human Resource Management 5:
299-324.
Wright, P.M, Mc Mahan, Gary C. 1992. Theoritical Perspectives
for Strategic Human
Resource Management. Journal of Management Vol. 18 No. (2): 295-319.
Wright, P.M & Snell, S.A. 1994 Toward an Integrative View of
Strategic Human Resource
Management. Human Resource
Management Riview 1:203-225.
Wright, Patrick M; Timothy M.Gardner; Lisa M. Moynihan and Hyeon
Jeong Park.2002.
Measurement Error in Research on Firm Performance: Additional
Data and Future
Research. Personnel Psychology,
Inc. Copyright Gale Group.
Questia Media America,
Inc. www.questia.com.
Wright, Patrick & Chris Brewster. 2003. Editorial: Learning
From Diversity: HRM Is Not
Lycra, International Journal
of Human Resource Management 14 December (8): 1299-
1307.
Yin, Robert K. 1994. Case Study Research
(Design and Methods). Second Edition.
Applied
Social Research Methods. Sage Publications. International
Educational and
Proffesional Publisher. Thousand Oaks London-New Delhi.
Youndt, Mark A, Snell, Scott A, Dean, Jr, James W. & Lepak,
David P. 1996. Human
Resource Management, Manufacturing Strategy and Firm
Performance. Academy
of Management Journal 39: 836-866.
Malik, Nazaruddin. 2009. Daya Saing Jurnal Ekonomi Manajemen Sumber Daya. Malang-Jawa Timur