Rabu, 12 Juni 2013

Rahasia kesuksesan China dan India

Di Balik Sukses Ekonomi China dan India
Oleh: Mas Wigrantoro Roes Setiyadi *)
Cina dan India telah dikenal luas sebagai negara
super power
masa depan dalam
perekonomian dunia. Dengan memainkan berbagai peran
, sebagai konsumen,
suppliers
,
pesaing, pembaharu (
innovator
) dan penyedia sumber daya manusia yang handal, Cin
a
dan India akan membentuk kembali perekonomian dunia
. Kedua negara tersebut menjadi
pemain yang tangguh dalam penekanan biaya produksi,
peningkatan teknologi dan jasa,
serta memiliki pertahanan yang kuat dalam memajukan
negara. Bahkan keduanya
mendesak para ekonom besar seperti Paul Samuelson u
ntuk memikirkan kembali
mengenai perdagangan bebas dan
comparative advantage
. Cina dan India juga
mendorong munculnya kegelisahan dan perdebatan meng
enai persaingan global Amerika
dan negara –negara maju (G8) di masa depan.
Apa rahasia sukses mereka? Adakah kaitan antara keb
erhasilan China dan India dengan
etnik dua negara tersebut yang berdiaspora ke berba
gai negara termasuk Indonesia?
Bagaimana prospek Indonesia dalam konteks keberhasi
lan China dan India?
Neoklasik
Teori ekonomi tradisional memberi perhatian utama p
ada efisiensi, alokasi dan
pemanfaatan sumber daya langka dengan cara yang pal
ing hemat serta pertumbuhan
optimal dari sumber daya langka tersebut sepanjang
waktu guna menghasilkan produk
dan jasa yang cakupannya semakin luas (Todaro, 2000
). Pandangan yang juga disebut
sebagai teori ekonomi klasik atau neo-klasik ini sa
mpai sekarang masih banyak dianut
oleh berbagai negara. Semakin banyak negara yang pe
rcaya bahwa perekonomian akan
menjadi lebih baik, tumbuh pesat bila memiliki bebe
rapa persyaratan seperti: tersedianya
kapital yang mencukupi di pasar modal; adanya kedau
latan untuk memilih (adanya
persaingan bisnis) bagi konsumen sehingga mengarah
pada terbentuknya mekanisme
penyesuaian harga secara otomatis; keputusan transa
ksi ekonomi didasarkan pada
analisis marginal (rasio pertambahan input dibandin
g output, rasio keuntungan dan
perhitungan utilitas); dan keseimbangan luaran (
outcome
) dalam semua produk dan pasar
sumber daya ekonomi. Semua persyaratan tersebut men
gindikasikan adanya rasionalitas

dalam keputusan ekonomi yang sepenuhnya materialist
ik, individualistik, berorientasi
pada kepentingan diri sendiri.
Dalam perkembangannya, ada masa ketika terjadi bany
ak kasus yang menunjukkan
ekonomi neoklasik tidak dapat diterapkan secara man
diri. Ia memerlukan dukungan dan
intervensi dari institusi lain (sosial dan politik)
agar terus menjadi primadona model
pembangunan ekonomi. Interaksi ekonomi dan praktik
politik inilah yang kemudian
mewarnai aktivitas ekonomi-politik di seantero bumi
ini dalam beberapa dekade terakhir,
termasuk ketika ekonomi kapitalis berhasil meruntuh
kan kejayaan regim ekonomi
terpusat di negara – negara sosialis-komunis. Runtu
hnya pesaing kapitalis, dan mulai
maraknya negara – negara eks sosialis-komunis menga
dopsi ekonomi kapital, memutar
jentera teori ekonomi neoklasik kembali ke posisi p
uncak.
China dan India tak luput dari pengaruh neoklasik d
an ekonomi politik. Perekonomian
Cina berkembang dengan pesat sejak pemerintahan Den
g Xiaoping mulai membuka
belenggu perekonomian negara pada tahun 1979. Karpe
t merah digelar bagi investor
asing yang membawa masuk modal ke China dalam bentu
k
Foreign Direct Investment
(FDI). Tak heran, hingga akhir 1990-an Cina tercata
t sebagai negara tujuan FDI terbesar
di Asia. Setiap dorongan pertumbuhan ekonomi ditand
ai dengan gelombang baru
china
fever
oleh perusahaan asing. Peningkatan ini didukung den
gan munculnya manifestasi
baru dari kapitalisme Cina, seperti perusahaan-peru
sahaan pribadi, kemakmuran
konsumen, pabrik-pabrik ekspor, bursa saham, dan ka
ntor partai komunis dalam suatu
bisnis.
India di pihak lain, selama kurang lebih 15 tahun y
ang lalu berada dalam pengawasan
negara maju seperti Amerika dan Inggris. Reformasi
ekonomi yang diawali tahun 1991
menghasilkan kemajuan dramatis yang membayangi kebe
rhasilan India. Keberhasilan
India tidak hanya dapat dilihat dari indikator GDP
dan daya saing, namun juga tercermin
dari harapan hidup warganya yang semakin panjang (R
ajadhyaksha, 2007). Berbeda
dengan China yang mengundang FDI, pada awalnya, keb
erhasilan India lebih banyak
disokong oleh investasi domestik. Sampai akhir 90-a
n, meski industrialisasi di India
cukup sukses, seperti
software
, desain semi konduktor, dan
back-office call centers
,
namun sangat sedikit yang terlihat di pasar global.

Model Ekonomi Baru
Pertengahan dekade 90-an, China dan India semakin m
eneguhkan eksistensi model
perekonomiannya yang baru. Model perekonomian China
ditandai dengan mobilisasi
modal dan tenaga kerja secara besar-besaran, invest
asi asing, industri dalam skala besar,
dan campur tangan pemerintah. Kemampuan China dalam
memobilisasi modal dan
tenaga kerja telah meningkatkan pendapatan per kapi
ta hingga tiga kali lipat dalam satu
generasi, dan mengurangi lebih dari 300 juta kemisk
inan. Sedangkan model
perekonomian India ditandai dengan tingginya teknol
ogi dan jasa, modal sendiri, bisnis
yang terfokus pada barang dan jasa berkualitas deng
an harga rendah, dan sedikit industri
manufaktur. India sangat berperan dalam rantai inov
asi teknologi global. Banyak
perusahaan teknologi besar, seperti Motorola dan He
wlett-Packard, yang
mempercayakan ilmuan India untuk merancang
software
dan
multimedia feature
pada
produk-produk mereka selanjutnya.
Kedua negara tersebut menjadi sangat kuat terutama
dikarenakan kemampuan mereka
yang saling melengkapi. China akan tetap mendominas
i barang-barang manufaktur tetapi
lemah dalam industri teknologi, sedangkan India seb
aliknya. Dalam setiap dimensi
perekonomian, seperi konsumen, investor, produsen,
dan penggunaan energi dan
komoditi, kedua negara termasuk dalam kelas berat.
Konsumen dan perusahaan China
dan India selalu menuntur teknologi dan
feature
terbaru. Pada dekade selanjutnya, China
dan India akan dapat menguasai buruh, industri, per
usahaan dan pasar di dunia dan
menggantikan dominasi Amerika.
Berkah Dalam Keterbatasan
Bagi pejuang, keterbatasan bukan merupakan hambatan
, namun dianggap sebagai berkah
yang harus disyukuri. Semangat mempertahankan kehid
upan, mencapai kesejahteraan
yang lebih baik dan berkelanjutan, menjadi energi b
awah sadar yang mengendap di
hampir warga China, India yang tinggal di negaranya
, atau etnik keduanya yang
bermukim tanah rantau (Wang, 1999).
Kondisi geografis yang sangat luas, sebagian besar
gurun tandus dan pegunungan,
membuat hanya sebagian kecil saja tanah di China da
n India yang layak dihuni.
Kesulitan geografis, diperburuk dengan profil demog
rafis, kemiskinan merupakan

Kegagalan peraturan mengenai lingkungan terus berke
mbang. Pertumbuhan kapasitas
yang berlimpah dan persaingan yang sengit dari peru
sahaan-perusahaan China masih
mengutamakan menjaga rendahnya harga-harga. Adanya
langkah besar dalam
perubahan, membuat China perlu melakukan penyesuaia
n secara konstan agar dapat
terus bertahan. Saat ini, agar dapat berhasil berbi
snis di China, diperlukan lebih dari
guanxi
dan perbaikan produk lama, yaitu menjaga bakat man
agerial orang China dan
memberikan mereka kendali untuk menjalankan kegiata
n utama perusahaan.
Keberhasilan tersebut juga membutuhkan penguasaan m
engenai pasar China yang rumit
dengan berbagai segmentasi pasar.
Prospek Indonesia?
Dibandingkan dengan China dan India, Indonesia memi
liki banyak kesamaan. Populasi,
geografi, demografi dan nilai – nilai budaya ketimu
ran yang saling memengaruhi. Yang
menjadi persoalan, dengan titik awal yang relatif s
ama (di tahun 70-an GDP Indonesia
lebih besar dari China dan India) mengapa kedua neg
ara tersebut kinerja pertumbuhan
ekonominya jauh lebih bagus dibanding Indonesia? Me
nggunakan konsep Porter tentang
Competitiveness of The Nations
, maka jawab singkatnya, kekurangan terletak pada
birokrasi dan rezim pemerintahan.
Meski jawaban ini tidak seratus persen benar, namun
bila birokrat kita berlapang dada,
tidak defensif namun instropeksi dan selanjutnya me
mbuat kebijakan perubahan dan
sekaligus mengimplementasikanya secara kontinyu dan
konsisten dengan dukungan
anggaran sebagaimana dilakukan oleh Deng Xiao Ping
dan Pemimpin India, prospek
Indonesia dalam mengejar ketertinggalan dari kedua
negara tersebut sangat besar.
Indonesia dapat memilih membuat produk komplemen ba
gi produk China dan India,
sehingga upaya sinergi, loby diplomatik perlu dilak
ukan. Atau menghasilkan produk
yang memilki keunggulan komparatif dari produk kedu
a negara tersebut, seperti
kerajinan rumah tangga, teknologi menengah, dan pro
duk intelektual (piranti lunak
komputer).*****
*) Mahasiswa S3, Manajemen Strategi, Sekolah Pasca
Sarjana, Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia. 
sumber:http://www.insteps.or.id/File/media/Rahasia%20Sukses%20Ekonomi%20China%20dan%20India.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar